JAKARTA, ENIMTV – Bakal Calon Presiden yang bertarung untuk Pemilu 2024 belum membeberkan rencana pembangunan Indonesia timur, yang merupakan kawasan termiskin di Indonesia. Untuk itu, segera lakukan moratorium semua investasi terkait sumber daya alam (SDA) di kawasan timur, karena hal itu hanya menjadikan kawasan timur sebagai wilayah sasaran eksploitasi SDA, sementara rakyat tetap berada dalam kemiskinan.
Moratorium investasi bisa dibuka kembali setelah ada konsep dan rencana yang jelas mengenai kawasan Indonesia timur, sehingga kekayaan alam yang ada benar-benar bisa mengangkat kemiskinan yang ada dari pundak rakyat setempat.
Demikian terungkap dalam diskusi terbatas mengenai Kawasan Timur dan Pemilu 2024 yang difasilitasi Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Minggu (11/6/2023). Diskusi ini diikuti antara lain, Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, Prof. Yan Sopahelawakan, pengamat kawasan timur Indonesia, Tokoh Maluku Amir Hamzah Marasabessy, Dr. Ignas Irianto (NTT), Web Warouw (Sulut), Daniel Tagukawi (NTT), Hengky Ap (Papua), dan Theopilus Louis (Maluku).
Menurut Engelina, kawasan timur ini merupakan daerah termiskin di Indonesia. Namun, dari pemilu ke pemilu, tetap saja tidak ada perkembangan yang signifikan mengenai kawasan ini.
“Sekarang juga tidak ada bakal Capres yang secara gamblang memaparkan bagaimana strategi dan konsep, agar kawasan timur ini keluar dari kemiskinan. Bukan pesimis, tapi kalau kita lihat perilaku elit yang lebih mementingkan sekadar menang Pemilu, maka kawasan ini bakal tetap dengan kemiskinan,” tegas Engelina.
Dia menegaskan, kalau kawasan timur diperlakukan seperti selama ini, maka kawasan ini hanya menanggung kerusakan lingkungan dan kekayaan alam dikuras, tetapi tidak membawa masyarakat keluar dari belenggu kemiskinan.
Menurut Engelina, siapapun Capres yang ikut dalam Pemilu perlu memberikan gagasan konkret tentang apa yang dilakukan di kawasan timur. Untuk itu, juga perlu kesadaran dan kewaspadaan dalam menentukan pilihan, bukan kepada orang semata. Sebab, resiko dari salah memilih akan berdampak pada nasib rakyat ke depan.
“Sekarang kita rakyat Indonesia timur mau memilih siapa? Karena tidak ada paparan mengenai pengembangan kawasan timur. Tidak ada terobosan dan keberpihakan, karena semua hanya slogan yang kita temui dari waktu ke waktu,” kata Engelina.
Engelina mengingatkan, Pancasila sebagai dasar negara. Bukankah tujuan bernegara untuk menyejahterakan rakyat, terutama sila ketiga dan kelima, tetapi kalau itu tidak terjadi, maka sebenarnya pemerintah hanya menunggu kemarahan dan perlawanan dari rakyatnya sendiri.
“Mereka sudah tahu ada kemiskinan, ada ketertinggalan, tetapi tidak ada kebijakan nyata yang bisa mendobrak situasi ini. Jujur saja kami kecewa dan marah belum ada tanda-tanda untuk menyelesaikan, karena para calon pemimpin tidak mengerti kawasan timur, apalagi miliki gagasan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, masa depan Indonesia ada di kawasan timur, mulai dari kekayaan alam maupun geopolitik dan geostrategi. Namun, tetapi tetap saja ketimpangan kawasan semakin melebar, karena tidak ada kebijakan yang benar-benar menunjukkan kemauan politik untuk itu.
Sementara itu, Amir Hamzah menyoroti berbagai produk perundangan yang justru tidak berpihak kepada daerah. Prinsip otonomi tidak diterapkan secara baik, sehingga mulai dari hal kecil yang bis diurus daerah ditarik ke pusat. Kalau begini prakteknya, apa yang yang bisa dikelola daerah.
“Kita ingin ada kebijakan seperti semua pajak di daerah dikelola daerah sebelum dibagi ke pusat. Sekarang, semuanya diambil pusat, kemudian daerah yang merupakan penghasil menanti kebaikan pusat. Ini harus ada keberpihakan ke daerah,” tegasnya.
Amir Hamzah mengingatkan, sangat wajar kekecewaan di kawasan timur karena semua daerah berada dalam kemiskinan. Sementara di satu sisi, tidak terlihat upaya luar biasa untuk membawa kemajuan di daerah. Tetapi, semua kekayaan alam dikeruk tanpa menjadikan kawasan ini sejahtera.
“Kalau ini kita semua kecewa, tetapi ya tidak bisa berbuat apa-apa, karena terlalu banyak ‘boneka’ yang memiliki peranan di Negara ini,” tegasnya.
Dia mengingatkan, agar kawasan timur cermat menyikapi situasi sehingga tidak terjebak dan menjadi korban dari berbagai kepentingan global yang memang sangat berkepentingan di kawasan timur dan di semua kawasan Melanesia.
Menurut Amir, siapapun penguasa di Negara ini agar tidak melupakan sejarah, karena kalau kawasan timur tidak mau diurus, harus diingat dan sejarah mencatat, kawasan ini pernah memiliki Negara Indonesia Timur (NIT), sehingga tidak wajar kalau orang dirayu bergabung tetapi setelah bergabung dibiarkan dalam kemiskinan.
“Kita harus kembali mengingatkan sejarah ini kalau kita dibiarkan terus seperti ini,” tegasnya.
Prof. Yan Sopahelawakan mengatakan, sejauh ini program pemerintah membangun infrastruktur dan berbagai program lain di kawasan timur hanya gimmick, karena apa yang terjadi, justru eksploitasi sumber daya alam. Dia mengingatkan, kontestasi politik yang tidak peduli kawasan timur, hanya menjadikan kawasan ini sebagai halaman eksploitasi dari para pendukung capres pemenang di masa mendatang.
“Politik dagang sapi ini hanya menjadikan kawasan timur sasaran eksploitasi dari pusat kekuasaan. Sebab, kalau semakin jauh dari pusat kekuasaan tentu akan kurang mendapat perhatian. Ini yang harus diubah, sehingga tidak ada yang merasa dieksploitasi,” tegas Prof. Yan.
Menurutnya, kawasan timur bukan hanya soal sumber daya alam semata, tetapi juga ada kontribusi dari perubahan iklim karena memiliki wilayah laut yang luas. Hanya saja, kawasan ini menjadi sangat berisiko menanggung beban dari Negara-negara maju. Namun, dengan sebaran pulau-pulau kecil di kawasan Oceania memiliki kultur maritime yang kuat, sehingga perlakukan dan kebijakannya tidak bisa disamakan dengan kultur kontinental.
“Dengan mengembangkan aquakultur sebenarnya lebih dari cukup untuk mensejahterakan rakyat di kawasan timur. Tetapi, ini tidak dikelola secara baik,” katanya.
Persoalan sangat jelas, kata Prof Yan, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat dan infrastruktur dasar. Kalau ini diperhatikan serius yang disertai dengan pengembangan potensi kelautan, maka kawasan ini bisa keluar dari kemiskinan.
“Seperti kebijakan kita butuhkan otonomi fiscal, sehingga daerah memiliki keleluasaan untuk mengelola anggaran untuk kesejahteraan rakyat di daerah,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Ignas Irianto mengatakan, Negara ada untuk menghadirkan kesejahteraan. Sumber daya alam dikelola negara untuk menghadirkan kesejahteraan masyakarat, mulai dari yang paling dekat dengan sumbernya.
“Adalah fakta bahwa sumber daya alam di Indonesia bagian barat sudah habis dieksploitasi dan tersisa di kawasan Indonesia bagian tengah dan timur. Ada data bahwa lebih dari 50 persen investasi di SDA saat ini dilakukan di kawasan Indonesia Timur. Namun sampai saat ini kawasan indonesia timur tetap mengalami kemiskinan yang akut ditandai dengan tingginya stunting serta tingginya korban TPPO,” katanya.
Ignas mengatakan, kmoditi yang lagi naik daun di pasar global adalah nikel yang juga dieksploitasi besar-besaran di Indonesia Namun data bahwa seluruh daerah penghasil nikel adalah provinsi miskin menunjukkan fakta bahwa kehadiran negara dan ekploitasi sda tidak membawa kesejahteraan.
“Masyarakat kawasan timur dengan populasi yang rendah tidak memiliki kekuatan elektoral dalam pilpres sehingga cenderung mengikuti saja hasil pilpres yang praktis didikte oleh kekuatan elektoral masyarakat bagian barat. Ini mulai disadari oleh masyarakat kawasan timur. Kesadaran ini bisa berujung pada perubahan sikap politik dalam melihat kehadiran negara secara lebih obyektif kritis di masa depan,” tegasnya.
Untuk itu, katanya, suatu perubahan pendekatan pengelolaan negara wajib dipikirkan agar kehadiran negara bisa membawa kesejahteraan secara adil ke seluruh kawasan nusantara.
Salah satu Pergerakan 1998, Web Warouw mengatakan, kawasan timur membutuhkan daya tawar yang kuat, sehingga memaksa perhatian lebih dari penguasa. Untuk itu, setiap perlu daerah memperkuat posisi dalam gerak bersama agar ada keadilan sosial dan keadilan politik.
“Setidaknya bisa dituntut mulai dari kesehatan dan pendidikan gratis, keadilan pengelolaan SDA dan sebagainya. Pemerintah moratorium dulu semua investasi ke kawasan timur, agar rakyat tidak menjadi korban eksploitasi,” tegas Web yang juga wartawan senior ini.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, senada dengan itu, Hengky Ap memandang perlu memperkuat dan konsolidasi posisi tawar kawasan, sehingga pihak lain tidak menjadikan kawasan ini sekadar eksploitasi SDA.
“Sekarang ini tidak ada, sehingga kawasan yang kaya ini dibiarkan dalam kemiskinan dan semua dikontrol dari pusat, dimana orang kawasan timur tidak memiliki akses yang memadai dalam pemerintahan,” tegasnya. (*)