PALEMBANG, ENIMTV – Masyarakat Kabupaten Muara Enim dalam beberapa pekan terakhir terus diresahkan dengan banyaknya truk angkutan batu bara yang melintas di jalan umum.
Aktivitas truk angkutan batu bara yang diduga milik salah satu perusahaan tambang, PT Duta Bara Utama (DBU) itu dipersoalkan warga lantaran menimbulkan debu batu bara yang mengotori rumah maupun kawasan yang dilintasinya. Tak hanya itu, banyaknya truk yang melintas juga telah mengganggu kelancaran dan kenyamanan lalu lintas.
Pantauan di lapangan, mobilitas angkutan batu bara tersebut terjadi pada malam hari. Antrean truk melintas secara bebas di dalam kota mulai dari Simpang Kepur, Jalan Jenderal Sudirman, Ahmad Yani (Depan Kantor Bupati) dan Sultan Mahmud Badarudin (SMB) II.
Angkutan itu sering menyebabkan macet hingga menimbulkan antrean panjang di kawasan Bundaran Air Mancur Terminal dan Jembatan Enim II Muara Enim karena berpapasan dengan angkutan batu bara dari arah Tanjung Enim menuju Tanjung Jambu, Kabupaten Lahat, juga truk-truk kosong dari arah Lahat.
Debu tebal kerap bergulung ketika truk tersebut melintas hingga mengganggu penglihatan pengendara yang ada di belakangnya.
“Truk angkutan batu bara di tengah kota mulai terlihat beriringan usai Magrib, sekitar pukul 18.00 WIB, ini mengganggu karena membuat mata perih dan sesak,” kata Ilhamsyah (31), warga Muara Enim , Jumat (5/5/2023).
Lanjutnya, kendaraan angkutan batu bara yang melintas di jalan protokol atau dalam Kota Muara Enim sudah sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Terlebih, beberapa truk pengangkut kurang menutup rapat bak truk menggunakan terpal. Beberapa material batubara terlihat ada yang jatuh dari atas truk.
“Ada yang berukuran kecil maupun jenis tronton yang ujungnya sering membuat macet,” bebernya.
Ilham mengharapkan pemerintah bisa segera menindak angkutan yang melintas. Terlebih lagi, secara aturan, angkutan industri seperti pertambangan harus memiliki jalan khusus.
“Secara pasti saya tidak paham proses izinnya bagaimana, hanya saja kami minta agar tidak melintas di sini, ya susah mas, mau nyalip susah beriringan banyak debu, apalagi bawa anak kecil kasihan,” katanya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hidup (Gemasulih) Kabupaten Muara Enim, Andi Candra ikut menyoroti dampak debu batu bara yang memperkelam wajah taman-taman kota di Muara Enim.
Ruang terbuka hijau (RTH) yang dibangun melalui taman-taman di sepanjang jalan menjadi sia-sia.
“Jika begini, bagaimana keseimbangan lingkungan akan terwujud dan masyarakat akan terselamatkan dari pencemaran dan polusi udara,” tanya Andi
Selain itu, mobilitas angkutan ini juga merugikan banyak pihak. Terutama para pengguna jalan raya dan pedagang yang menjajakan dagangannya di sepanjang Jalan Jendral Sudirman.
“Kami minta pemerintah daerah lebih serius memperhatikan permasalahan ini untuk meninjau ulang kebijakan dispensasi angkutan batu bara yang melintas di dalam kota,” tegas Andi.
Permintaan ini bukan tanpa alasan. Apalagi dampak buruk yang ditimbulkan bagi masyarakat juga cukup banyak. Mulai dari polusi debu, kerusakan infrastruktur jalan hingga kemacetan serta rawan kecelakaan.
Debu dari angkutan itu juga ikut merusak tanaman yang berada di sepanjang jalan. Padahal, tanaman itu berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan meredam kebisingan.
“Kalau dibiarkan, maka tanaman ini bisa layu, mengering dan perlahan akan mati,” terangnya.
Duta Bara Utama Diberi Kelonggaran Lintasi Jalan Umum
Permintaan PT Duta Bara Utama agar angkutan batu bara-nya bisa melintas di jalan umum di Muara Enim telah diajukan sejak tahun lalu. Namun, persoalan disetujuinya permintaan itu oleh Pemkab Muara Enim belum mendapat sosialisasi yang jelas.
Dalam rapat bersama Pemkab Muara Enim akhir November lalu, pemerintah bisa saja memberikan izin melintas di jalan umum asalkan memenuhi beberapa persyaratan.
Adapun perjanjian atau syarat yang dilakukan, seperti seluruh data sopir termasuk mobil yang digunakan dengan nomor polisinya dan nomor lambung dari seluruh angkutan yang mencantumkan nama perusahaan. Hal itu dilakukan untuk memudahkan pengawasan oleh tim terpadu.
Seluruh kendaraan wajib KIR dan mutasi ke Kabupaten Muara Enim terlebih yang sudah mencapai tiga bulan beroperasi di Muara Enim. Kemudian, seluruh kendaraan harus bersih tidak mengotori kota Muara Enim dan perusahaan juga harus rutin menyiram jalan dari simpang Kepur, Muara Enim ke simpang perbatasan dengan Kabupaten Lahat.
Di samping itu, seluruh angkutan batu bara harus sesuai tonase dan ditutup rapi oleh terpal dan menyediakan mobil patroli dengan melibatkan pihak terkait.
Selain itu untuk mengantisipasi pelanggaran, setiap harinya dilakukan uji petik bersama. Kemudian saat armada berjalan, kendaraan hanya diperbolehkan konvoi sebanyak dua mobil dan harus diberikan jeda waktu sekitar 5 menit dengan kendaraan lainnya untuk menghindari kemacetan dan mengganggu pengguna jalan lainnya.
Namun, dari pelaksanaan yang sudah berjalan, beberapa syarat tersebut sudah banyak yang dilanggar. Terutama dalam menjaga kebersihan kendaraan dan jalan yang dilintasi. (SMSI Sumsel)