Tak Miliki Izin Amdal, Perusahaan Tambang Harus Dijatuhi Sanksi Tegas

Berita, Daerah42 views

MUARA ENIM, ENIMTV – Baru-baru ini masyarakat di Bumi Serasan Sekundang dikagetkan adanya pernyataan tegas dari Anggota DPRD Muara Enim dalam Rapat Komisi I yang meminta PT Royaltama Mulya Kencana (PT RMK) dan PT Tambang Batubara Banyu Enim (PT TBBE) yang beroperasi di wilayah Gunung Megang ditutup.

Kejadian ini diawali tidak kunjung selesainya permasalahan warga akibat terdampak limbah aktivitas pertambangan dan disposal perusahaan ini. Selain itu, tidak miliki amdal dan perusahaan tambang harus diberi sanksi.

Apalagi Ketua DPRD Muara Enim Deddy Arianto Sutopo SPd, bahkan mengultimatum dalam 1 bulan perusahaan segera menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Selain itu, dalam rapat terungkap juga persoalan izin amdal jalan PTRMK dan PTTBBE, yang diduga belum dimiliki oleh perusahaan,” ujar Advokat juga Dosen FH Unsan Muara Enim Dr. Firmansyah, S.H., M.H., Minggu (23/2/2025).

Khusus mengenai izin amdal, kata dia, jika benar adanya menarik untuk kita cermati sesama baik itu pemerintah, legislatif dan lapisan masyarakat. Jika menyoroti dari aspek hukum lingkungan serta bagaimanakah pengawasan yang mestinya dilakukan oleh instansi terkait.

Bahwa Pasal 28H UUD 1945 mengamanatkan, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Maka, sebagai jaminan kepastian hukum dan perlindungannya dituangkan dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) terakhir diubah dengan UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang secara teknis diatur dalam PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pertambangan adalah suatu proses yang sistematis untuk mengindentifikasi, memprediksi, dan mengevaluasi dampak lingkungan yang mungkin timbul akibat kegiatan pertambangan.

Amdal bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan secara menyeluruh, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan dan dikendalikan.

Kewajiban terkait Amdal pertambangan diatur dalam PP No 22 Tahun 2021, pada Pasal 4 dikatakan setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak lingkungan hidup wajib memiliki amdal, UKL-UPL atau SPPL. Selanjutnya Pasal 5 disebutkan amdal wajib dimiliki bagi setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup.

“Kriteria usaha atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi amdal salah satunya usaha pertambangan batubara, di mana kegiatan utamanya mengubah bentuk lahan dan bentang alam melalui eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan,” jelasnya.

Lanjutnya, sebagai entitas yang bergerak di bidang pertambangan batubara, PTRMK dan PTTBBE sebagaimana usaha pertambangan pada umumnya termasuk jenis aktivitas yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dan oleh karenanya wajib memiliki Amdal, UKL-UPL atau SPPL.

Sikap tegas Anggota DPRD Muara Enim untuk menghentikan sementara kegiatan kedua perusahaan ini cukup beralasan secara hukum. Apalagi perusahaan ini sudah beroperasi sejak tahun 2019.

“Kendati tidak memiliki amdal jalan, namun tetap beroperasi, seakan-akan luput dari pengawasan Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Seharusnya izin amdal ini sudah dimiliki perusahaan sebelum dimulai kegiatan operasional. Fungsi amdal pertambangan adalah untuk memastikan aktivitas pertambangan tidak mengganggu masyarakat sekitar dan memitigasi resiko yang berkaitan dengan lingkungan.

Dalam konteks ini, lanjut Firmansyah, dokumen amdal merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup bagi suatu perusahaan (Pasal 24). Tidak dipenuhinya dokumen amdal maka suatu perusahaan dikualifikasikan tidak memenuhi persyaratan diterbitkannya Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan karenanya tidak dapat beroperasi. Karena itu, Pemkab Muara Enim melalui instansi terkait harus memberi atensi serius terhadap hal ini.

Untuk itu, Pemkab Muara Enim sesuai kewenangannya segera crosscheck ke lapangan. Apabila terbukti perusahaan tidak memiliki legalitas amdal, maka harus diberi sanksi yang tegas. Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja mengatur tugas dan kewenangan Peemerintah Daerah, melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan, menertibkan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah daerah pada tingkat kabupaten serta dapat melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten.

Jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan amdal berbagai sanksi dapat diterapkan. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi sanksi administratif berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah berupa penghentian sementara kegiatan produksi, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan perizinan berusaha.

Selain sanksi administratif, jika pelanggaran amdal menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara dan denda. Menurut Pasal 98 ayat (1) UUPPLH menetapkan sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.

Begitupun terhadap pejabat yang berwenang, yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, hilangnya nyawa manusia. Menurut Pasal 112 UU Cipta Kerja menetapkan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.

Sebelum diberikan sanksi terhadap perusahaan, perlu dilakukan Audit Lingkungan Hidup. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini sejalan dengan Pasal 48 UUPLH bahwa Pemerintah Daerah berwenang mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.

Apabila ditemukan adanya pelanggaran, pelaku usaha dapat dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja dan Pasal 98 ayat (1) UUPPLH. Sementara itu, terhadap pejabat yang sengaja tidak melakukan pengawasan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 112 UU Cipta Kerja. (Aal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *