oleh

Wamen LHK Soal Kolaborasi Masyarakat Adat dalam Pengelolaan TN Kayan Mentarang

JAKARTA, ENIMTV (9/11/19) – Wakil Menteri (Wamen) LHK, Alue Dohong sepakat jika insentif fiskal terhadap daerah yang telah mendeklarasikan diri sebagai wilayah yang mendukung konservasi atau pelestarian alam seharusnya dapat diberikan. Hal ini mengingat kontribusi daerah konservasi untuk menjaga lingkungan dan hutannya akan dirasakan manfaatnya oleh wilayahnya sendiri dan juga daerah sekitarnya.

Sumber dana insentif ini menurut Wamen Alue bisa didalami dari beberapa mekanisme seperti dari instrumen ekonomi lingkungan hidup yang diatur dalam PP 46 tahun 2017 yang memungkinkan dikembangkan skema kompensasi balas jasa lingkungan dengan kabupaten lain. Kemudian juga melalui pemanfaatan dana mitra lingkungan hidup maupun dengan memanfaatkan carbon pricing pada perdagangan karbon.

Hal ini disampaikan Wamen Alue saat menerima Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malinau dan rombongan di Jakarta, Jumat (8/11/2019). Kedatangan anggota DPRD tersebut adalah ingin melakukan konsultasi terkait pengelolaan sektor lingkungan hidup dan kehutanan di Kabupaten Malinau, khususnya terkait keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Baca juga:  Presiden Jokowi Akan Resmikan Bendungan Tukul di Pacitan

“Saya juga berpikir dari dulu karena banyak yang sudah deklarasi sebagai kabupaten konservasi, seperti Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Malinau, lalu kalau tidak salah juga Kabupaten Katingan, yang mestinya ada bantuan dari upaya melindungi hutan berupa insentif fiskal yang harus dikembangkan oleh pemerintah,” ujar Wamen Alue.

Lebih lanjut terkait Taman Nasional Kayan Metarang (TNKM) Rombongan DPRD Malinau merasa jika keberadaan TNKM yang meliputi 11 komunitas masyarakat adat Dayak dirasa belum maksimal dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat adat tersebut. Padahal luasan TNKM meliputi lebih dari 50% Kabupaten Malinau. Program kolaborasi secara kelembagaan sebenarnya telah dilakukan oleh Balai TNKM, namun disebutkan jika dampaknya belum menyentuh hingga ke tapak, yaitu ke 11 wilayah masyarakat adat Dayak di kawasan tersebut.

“Kita ingin bagaimana kolaborasi ini sesuai dengan prinsip yang kita sepakati, yaitu berbagi peran, berbagi tanggung jawab, berbagi wewenang. Ada sistem zonasi di dalam pengelolaan TN, kami ingin ada zona adat di dalamnya, di dalam zona adat diberi kewenangan kepada lembaga adat untuk mengelola berdasarkan kearifan lokalnya dengan aturan adatnya, karena terbukti sampai hari ini TN Kayan Mentarang terjaga kelestariannya, hal ini salah satunya karena kearifan lokal dari masyarakat adat Dayak di 11 wilayah adat tersebut,” ujar Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Malinau.

Baca juga:  Bertekad Pertahankan Opini WTP, Bupati Muara Enim Instruksikan Jajarannya Siapkan Data dan Akses Dukung Pemeriksaan BPK

Menanggapi hal tersebut Wamen Alue mendorong program kemitraan konservasi di daerah zona pemanfaatan TNKM supaya bisa terjadi saling sapa, saling mendukung, saling asuh saling mengasihi antara KLHK, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Adat Dayak di Kabupaten Malinau terkait keberadaan TNKM.

“Berdasarkan SK penunjukan areal TNKM yang sudah ditetapkan di tahun 1996 dan ditindaklanjuti dengan penataan ruangnya yang kita sebut dengan zonasi-zonasi dalam TNKM, juga sudah ditetapkan dan sudah mengakomodir kebutuhan daripada masyarakat suku Dayak dalam hal ini ada untuk zona inti dan zonasi rimbanya hanya 26%, selebihnya adalah zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona khusus yang mana ini diperuntukkan untuk menunjang kehidupan dan aktivitas Masyarakat Adat Dayak”, tambah Direktur Kawasan Konservasi Ditjen KSDAE, Dyah Murtiningsih yang turut hadir pada kesempatan tersebut untuk menjelaskan posisi TNKM dalam mengakomodir kehidupan suku Dayak yang ada di kawasan TNKM.

Baca juga:  Polres Muara Enim Gelar Apel Pasukan Operasi Zebra Musi 2019

Menutup pertemuan tersebut, Wamen Alue berpesan agar semua pihak terkait untuk menjaga kelestarian TNKM, karena menjaga TNKM menurutnya seperti menjaga atap kita semuanya, utamanya lingkungan hidup dan kehutanan di Kabupaten Malinau. Ditambah TNKM diketahui menjadi menara air yang merupakan sumber air dari tiga sungai besar yang sifatnya lintas kabupaten yang juga akan menjadi penyangga ketersediaan air di lokasi Ibu Kota Negara Baru nantinya.

Sebelum berpisah Wamen Alue yang juga adalah putra Dayak menerima kenang kenangan dari Anggota DPRD Kabupaten Malinau. Kenang-kenangan tersebut berupa gelang dan tas hasil kerajinan tangan Suku Dayak di Kabupaten Malinau.

 

Laporan, Gusti.

Sumber: Biro Humas KLHK

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *